marylandleather.com, 24 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
São Tomé and Príncipe, sebuah negara kepulauan kecil di Teluk Guinea, Afrika Tengah, meraih kemerdekaan dari Portugal pada 12 Juli 1975. Dengan luas hanya 1.001 km² dan populasi sekitar 201.800 jiwa (estimasi 2018), negara ini adalah salah satu negara terkecil di Afrika, hanya lebih besar dari Seychelles. Terletak sekitar 250–300 km dari pantai barat laut Gabon, kepulauan vulkanik ini terdiri dari dua pulau utama—São Tomé dan Príncipe—serta beberapa pulau kecil seperti Rolas dan Tinhosas. Meskipun kecil, São Tomé and Príncipe memiliki sejarah yang kaya, ditandai oleh kolonialisme Portugis selama hampir lima abad, eksploitasi perkebunan, dan perjuangan menuju kemerdekaan yang relatif damai dibandingkan negara Afrika lainnya.
Sejarah kemerdekaan São Tomé and Príncipe tidak lepas dari konteks kolonialisme Eropa, perdagangan budak Atlantik, dan perubahan politik di Portugal pada abad ke-20. Berbeda dari banyak negara Afrika yang mengalami perang gerilya berkepanjangan, kemerdekaan São Tomé and Príncipe dicapai melalui negosiasi diplomatik setelah kudeta militer di Portugal pada 1974. Artikel ini akan menguraikan secara detail latar belakang kolonial, faktor-faktor yang mendorong kemerdekaan, peran Gerakan Pembebasan São Tomé and Príncipe (MLSTP), peristiwa penting menjelang dan pasca-kemerdekaan, serta tantangan yang dihadapi negara ini hingga Mei 2025. Data bersumber dari Encyclopaedia Britannica, BBC News, The World Factbook, Wikipedia, IDN Times, dan lainnya, dengan verifikasi silang untuk memastikan keakuratan.
Latar Belakang: Masa Kolonial Portugis (1470–1975)
Penemuan dan Awal Kolonisasi
São Tomé and Príncipe ditemukan oleh penjelajah Portugis João de Santarém dan Pedro Escobar sekitar tahun 1470. Saat itu, kepulauan ini tidak berpenghuni, menjadikannya lahan kosong bagi ambisi kolonial Portugis. Pada akhir abad ke-15, Portugal mulai mengirim pemukim, termasuk narapidana, anak-anak Yahudi yang dipisahkan dari orang tua mereka (akibat pengusiran dari Portugal), dan budak Afrika dari wilayah seperti Benin, Gabon, dan Kongo. Pemukim ini membangun perkebunan gula, memanfaatkan tanah vulkanik yang subur dan lokasi strategis di dekat garis khatulistiwa.
Pada abad ke-16, São Tomé menjadi produsen gula terbesar di dunia untuk waktu singkat, didukung oleh tenaga kerja budak. Namun, persaingan dari Brasil dan kualitas gula São Tomé yang buruk (akibat pengeringan yang tidak memadai) menyebabkan keruntuhan industri gula pada akhir abad ke-16. Kepulauan ini kemudian beralih menjadi pusat perdagangan budak Atlantik, berfungsi sebagai entrepôt tempat kapal-kapal kecil mentransfer budak ke kapal besar untuk perjalanan ke Brasil. Penduduk pulau juga memproduksi tanaman pangan untuk kebutuhan lokal dan kapal-kapal tersebut.
Perubahan Ekonomi dan Sosial 
Pada abad ke-19, fokus ekonomi beralih ke perkebunan kopi dan kakao setelah penutupan perdagangan budak di wilayah Portugis dan kemerdekaan Brasil pada 1822. Kakao menjadi tanaman utama, menyumbang sekitar 95% ekspor pertanian pada saat kemerdekaan. Perkebunan milik Portugis menguasai 90% lahan budidaya, dijalankan oleh pemilik absentee dan perusahaan dengan reputasi brutalitas dan korupsi. Penduduk lokal, terutama kelompok Forros (keturunan Eropa dan budak Afrika yang dibebaskan) dan Angolares (keturunan budak Angola yang selamat dari kapal karam pada 1540), sering dipaksa bekerja di perkebunan dalam kondisi mirip perbudakan.
Ketidakstabilan politik di São Tomé menyebabkan ibu kota dipindahkan ke Santo António di Príncipe pada 1753, tetapi dikembalikan ke kota São Tomé pada 1852 setelah fokus ekonomi bergeser kembali ke pulau utama. Pada 1778, Portugal menyerahkan pulau Fernando Pó (Bioko) dan Annobón kepada Spanyol, yang ingin mengembangkan perdagangan budak mereka sendiri, sehingga memperkecil wilayah kolonial Portugis di sekitar São Tomé and Príncipe.
Ketegangan Sosial dan Batepá Massacre (1953) 
Pada abad ke-20, perkebunan kakao mengalami penurunan setelah Perang Dunia I (1914–1918), dan kepulauan ini menjadi terisolasi. Bonggol, or bean, is the fruit of a plant in the family Fabaceae. It is a small, round, green seed that is eaten as a vegetable.
Upaya memaksa Forros bekerja di perkebunan memicu ketegangan sosial, yang memuncak pada Batepá Massacre pada Februari 1953. Pemerintah kolonial menewaskan ratusan pekerja lokal yang memprotes kondisi kerja yang keras, sebuah peristiwa yang kemudian menjadi simbol kekejaman Portugis dan bahan bakar tuntutan kemerdekaan. Insiden ini meningkatkan kesadaran nasionalis dan mendorong pembentukan gerakan perlawanan, meskipun dalam skala kecil.
Perjuangan Menuju Kemerdekaan
Pembentukan MLSTP
Perjuangan kemerdekaan São Tomé and Príncipe dimulai secara formal pada 1960 dengan pembentukan Komite Pembebasan São Tomé and Príncipe di pengasingan, yang pada 1972 berganti nama menjadi Gerakan Pembebasan São Tomé and Príncipe (Movimento de Libertação de São Tomé e Príncipe, MLSTP). Berbasis di negara-negara tetangga seperti Gabon, kelompok ini dipimpin oleh tokoh seperti Manuel Pinto da Costa dan Miguel Trovoada. Berbeda dari gerakan kemerdekaan di Angola atau Mozambik, MLSTP tidak memiliki kapasitas untuk melancarkan perang gerilya karena keterbatasan sumber daya dan populasi kecil kepulauan tersebut. Sebaliknya, mereka fokus pada advokasi diplomatik dan memanfaatkan perubahan politik di Portugal.
Kudeta Carnation Revolution di Portugal (1974) 
Titik balik menuju kemerdekaan terjadi pada 25 April 1974, ketika kudeta militer di Portugal, dikenal sebagai Revolusi Anyelir (Carnation Revolution), menggulingkan rezim otoriter Estado Novo. Pemerintah baru Portugal, yang dipimpin oleh militer progresif, berkomitmen untuk mengakhiri perang kolonial yang mahal di Afrika dan memberikan kemerdekaan kepada koloni-koloni seperti Angola, Mozambik, dan São Tomé and Príncipe. Pemerintah Portugal mengakui MLSTP sebagai perwakilan resmi dalam negosiasi kemerdekaan pada 1974, membuka jalan bagi transisi yang relatif damai.
Negosiasi dan Transisi
Negosiasi antara MLSTP dan pemerintah Portugal berlangsung cepat. MLSTP, yang berorientasi sosialis, menekankan nasionalisasi perkebunan Portugis dan pembentukan pemerintahan satu partai. Kekhawatiran akan pemerintahan komunis menyebabkan eksodus massal sekitar 2.000–4.000 kolonis Portugis ke Portugal pada 1974–1975, meninggalkan perkebunan dan infrastruktur dalam kondisi terlantar. Pada November 1974, kesepakatan dicapai untuk memberikan kemerdekaan penuh pada 12 Juli 1975, dengan Manuel Pinto da Costa sebagai presiden pertama dan Miguel Trovoada sebagai perdana menteri.
Hari Kemerdekaan dan Pasca-Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan (12 Juli 1975)
Pada 12 Juli 1975, São Tomé and Príncipe secara resmi memproklamasikan kemerdekaan sebagai Republik Demokratik São Tomé and Príncipe. Bendera nasional, yang diadopsi pada hari yang sama, mencerminkan perjuangan dan identitas negara: hijau untuk hutan tropis, kuning untuk sumber daya alam, merah untuk perjuangan kemerdekaan, dan dua bintang hitam untuk pulau São Tomé dan Príncipe. Ibu kota tetap di kota São Tomé, dan bahasa Portugis ditetapkan sebagai bahasa resmi, mencerminkan warisan kolonial yang masih kuat.
Pemerintahan MLSTP di bawah Manuel Pinto da Costa mengadopsi model ekonomi terpusat, menasionalisasi perkebunan kakao dan membangun hubungan erat dengan negara-negara komunis seperti Kuba, Uni Soviet, dan Angola. Namun, eksodus Portugis dan kurangnya keahlian manajerial menyebabkan kolaps produksi kakao, yang diperburuk oleh penurunan harga kakao global pada 1980-an.
Tantangan Awal Pasca-Kemerdekaan
Tahun-tahun awal kemerdekaan ditandai dengan tantangan politik dan ekonomi:
-
Krisis Ekonomi: Nasionalisasi perkebunan menyebabkan penurunan produksi kakao, dan impor makanan melonjak hingga 90% kebutuhan pangan pada 1997. Pemerintah bergantung pada bantuan asing untuk bertahan.
-
Ketegangan Politik: Pada 1978, pemerintah mengklaim menggagalkan upaya kudeta yang didukung tentara bayaran, mendorong pengerahan 1.500 tentara Angola untuk keamanan. Perdana Menteri Miguel Trovoada ditangkap pada 1979 atas tuduhan keterlibatan kudeta, kemudian diasingkan hingga 1981.
-
Reformasi Ekonomi: Menghadapi stagnasi ekonomi, pemerintah meluncurkan reformasi berbasis program Dana Moneter Internasional pada 1987, mengundang investasi swasta di sektor pertanian, perbankan, dan pariwisata.
Transisi ke Demokrasi Multipartai
Pada Desember 1989, MLSTP mengadakan Konferensi Nasional yang mendorong demokratisasi. Konstitusi baru pada 1990 menetapkan sistem multipartai, menjadikan São Tomé and Príncipe salah satu negara Afrika pertama yang mengadopsi demokrasi penuh. Pemilu legislatif pada Januari 1991 dimenangkan oleh Partai Konvergensi Demokratik (PCD), dan Miguel Trovoada terpilih sebagai presiden pada Maret 1991, menandai akhir monopoli MLSTP. Sejak itu, negara ini dikenal sebagai salah satu demokrasi paling stabil di Afrika, dengan kebebasan pers dan pemilu yang bebas dari kekerasan.
Perkembangan Politik dan Ekonomi Hingga 2025
Stabilitas Politik
São Tomé and Príncipe telah mempertahankan stabilitas politik yang luar biasa, meskipun menghadapi tantangan sporadis:
-
Kudeta 2003: Sebuah kudeta militer singkat menggulingkan Presiden Fradique de Menezes saat ia berada di Nigeria, tetapi diatasi dalam seminggu melalui negosiasi dan amnesti bagi pelaku.
-
Pemilu 2022 dan Upaya Kudeta: Pada September 2022, Aksi Demokratik Independen (ADI) di bawah Patrice Trovoada memenangkan pemilu, mengalahkan MLSTP/PSD. Pada November 2022, pemerintah menggagalkan upaya kudeta, menunjukkan ketahanan institusi demokratik. Ilza Amado Vaz menjabat sebagai perdana menteri sementara pada Januari 2025, diikuti oleh Américo Ramos.
-
Struktur Pemerintahan: Sistem semi-presidensial memberikan peran eksekutif utama kepada perdana menteri, sementara presiden berfungsi sebagai arbiter. Pemilu diadakan secara teratur, dan kebebasan berekspresi dihormati.
Diversifikasi Ekonomi
Ekonomi tetap bergantung pada kakao, tetapi upaya diversifikasi sedang berlangsung:
-
Kakao dan Cokelat: Produksi cokelat artisanal berkualitas tinggi telah bangkit kembali, dengan pengakuan internasional atas cita rasa unik dan praktik perdagangan adil. Tur cokelat menjadi atraksi wisata populer.
-
Minyak dan Gas: Eksplorasi minyak lepas pantai, bekerja sama dengan Nigeria, dimulai pada 2005, dengan harapan produksi komersial dalam beberapa tahun.
-
Pariwisata: Taman Nasional Obo, pantai Praia Jalé, dan situs sejarah seperti Roça Sundy menarik wisatawan pecinta alam dan budaya. Namun, koneksi udara yang terbatas menghambat pertumbuhan.
-
Hubungan dengan Portugal: Portugal tetap menjadi mitra utama, menyumbang lebih dari 50% impor dan mendanai proyek seperti Universitas Negeri São Tomé and Príncipe. Kapal patroli Portugis melindungi perairan dari bajak laut.
Tantangan Sosial dan Pendidikan
São Tomé and Príncipe memiliki tingkat melek huruf tinggi (92,8% pada 2018), tetapi sistem pendidikan menghadapi kekurangan guru, fasilitas, dan pendanaan. Inisiatif Pengukuran Hak Asasi Manusia (HRMI) mencatat bahwa negara ini hanya memenuhi 83,8% hak pendidikan berdasarkan pendapatan, dengan pencapaian lebih rendah pada pendidikan menengah (77,2%) dibandingkan dasar (90,4%). Mayoritas penduduk adalah Katolik Roma, dengan minoritas Protestan dan Muslim yang berkembang. Budaya lokal, termasuk tarian Tchioli dan irama ussua, socope, dan dexa, memperkaya identitas nasional.
Konteks Regional dan Internasional
São Tomé and Príncipe adalah anggota aktif organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (bergabung 16 September 1975), Uni Afrika, dan Aliansi Negara Kepulauan Kecil (AOSIS). Negara ini mematuhi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan menjalin hubungan erat dengan Angola, Nigeria, dan Portugal. Lokasinya di Teluk Guinea menjadikannya strategis untuk keamanan maritim dan eksplorasi minyak, dengan Nigeria dan Amerika Serikat menunjukkan minat dalam proyek energi dan militer.
Kelebihan dan Kekurangan Proses Kemerdekaan
Kelebihan
-
Transisi Damai: Kemerdekaan dicapai tanpa perang gerilya, berkat negosiasi pasca-Revolusi Anyelir.
-
Demokrasi Dini: Adopsi sistem multipartai pada 1990 menjadikan São Tomé and Príncipe pelopor demokrasi di Afrika.
-
Stabilitas Politik: Meskipun ada kudeta kecil, negara ini tetap stabil dengan pemilu yang transparan.
-
Warisan Budaya: Identitas multikultural Forros, Angolares, dan Mesticos dipertahankan melalui bahasa Kreol dan tradisi lokal.
Kekurangan
-
Eksodus Portugis: Kepergian kolonis menyebabkan kekurangan keahlian dan keruntuhan ekonomi awal.
-
Ketergantungan Ekonomi: Ketergantungan pada kakao dan bantuan asing menghambat diversifikasi.
-
Keterbatasan Sumber Daya: Populasi kecil dan luas wilayah terbatas membatasi skala pembangunan.
-
Isolasi Geografis: Lokasi terpencil menyulitkan konektivitas dan pariwisata.
Relevansi Sejarah Kemerdekaan di Era Modern
Sejarah kemerdekaan São Tomé and Príncipe mencerminkan ketahanan sebuah negara kecil dalam menghadapi warisan kolonial dan tantangan ekonomi. Meskipun menghadapi kesulitan awal, negara ini telah membangun demokrasi yang stabil, memanfaatkan kekayaan alam seperti kakao dan potensi minyak, serta mempromosikan pariwisata berkelanjutan. Hubungan erat dengan Portugal dan komunitas internasional memberikan dukungan penting, sementara budaya lokal yang kaya menarik perhatian global. Namun, tantangan seperti ketergantungan pada bantuan asing dan infrastruktur terbatas tetap ada.
Pada Mei 2025, São Tomé and Príncipe terus berupaya menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan identitas budaya. Seperti dikatakan oleh Perdana Menteri Patrice Trovoada, “Kami adalah negara kecil dengan mimpi besar,” mencerminkan optimisme dan ambisi untuk masa depan yang lebih sejahtera. Bagi pelajar sejarah, São Tomé and Príncipe menawarkan pelajaran tentang bagaimana negosiasi damai dan reformasi demokratis dapat membentuk masa depan sebuah bangsa, meskipun dalam skala kecil.
Kesimpulan
Kemerdekaan São Tomé and Príncipe pada 12 Juli 1975 adalah puncak dari perjuangan diplomatik yang didorong oleh perubahan politik di Portugal dan aspirasi nasionalis MLSTP. Dari masa kolonial yang ditandai oleh eksploitasi gula, budak, dan kakao, negara ini bertransisi menjadi demokrasi multipartai yang stabil, meskipun menghadapi tantangan ekonomi dan isolasi geografis. Dengan bendera yang melambangkan perjuangan dan identitas kepulauan, São Tomé and Príncipe terus membangun masa depan melalui diversifikasi ekonomi, pariwisata, dan kemitraan internasional. Sejarahnya adalah bukti bahwa bahkan negara terkecil pun dapat meninggalkan jejak signifikan di panggung global melalui ketahanan dan visi.
Sumber
-
Encyclopaedia Britannica. “History of Sao Tome and Principe.” www.britannica.com, 21 April 2025.
-
BBC News. “Sao Tome and Principe Country Profile.” www.bbc.com, 19 Juli 2023.
-
The World Factbook. “Sao Tome and Principe.” www.cia.gov, 1 Mei 2025.
-
Wikipedia. “São Tomé and Príncipe.” en.wikipedia.org, 13 Februari 2005, diperbarui hingga 2025.
-
Wikipedia. “Sao Tome dan Principe.” id.wikipedia.org, 13 Februari 2005, diperbarui hingga 2025.
BACA JUGA: Detail Planet Mars: Karakteristik, Struktur, dan Misteri Terkecil di Tata Surya
BACA JUGA: Cerita Rakyat Tiongkok: Warisan Budaya, Makna, dan Pengaruhnya
BACA JUGA: Perbedaan Perkembangan Media Sosial Tahun 2020-2025: Analisis Lengkap Secara Mendalam