marylandleather.com, 28 APRIL 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Negara Kota Vatikan, yang dikenal sebagai pusat spiritual Gereja Katolik dan kediaman resmi Paus, memiliki sejarah yang kaya dan kompleks menuju kemerdekaannya sebagai negara berdaulat. Dengan luas hanya 44 hektar dan populasi sekitar 800 jiwa, Vatikan adalah negara terkecil di dunia, baik dari segi wilayah maupun penduduk. Namun, pengaruhnya dalam ranah agama, diplomasi, dan budaya jauh melampaui ukuran fisiknya. Artikel ini akan mengupas secara mendalam sejarah kemerdekaan Vatikan, dari akar sejarahnya pada masa Kekaisaran Romawi hingga pembentukan negara modern melalui Traktat Lateran 1929, serta dinamika yang membentuk identitasnya sebagai entitas berdaulat.
Awal Mula: Ager Vaticanus dan Peran Awal Gereja Katolik
Sejarah Vatikan berakar pada wilayah yang dikenal sebagai Ager Vaticanus, sebuah daerah rawa di tepi barat Sungai Tiber di Roma pada masa Kekaisaran Romawi. Pada abad pertama Masehi, wilayah ini sebagian besar digunakan sebagai area administratif dengan vila-vila mewah dan taman. Namun, peristiwa yang mengubah trajektori sejarah wilayah ini terjadi pada tahun 64 Masehi, ketika Kaisar Nero mengeksekusi Santo Petrus, salah satu rasul Yesus, di kaki Bukit Vatikan. Menurut tradisi Kristen, Santo Petrus disalib terbalik di tempat yang kini menjadi pusat Basilika Santo Petrus.
Pada tahun 324 Masehi, Kaisar Konstantinus I, yang telah memeluk agama Kristen, memerintahkan pembangunan basilika di atas makam Santo Petrus. Basilika ini menjadi pusat ziarah bagi umat Kristen dan menandai awal transformasi Vatikan menjadi situs suci. Selama berabad-abad, wilayah ini berkembang sebagai pusat spiritual, menarik peziarah dari seluruh dunia Kristen. Basilika Santo Petrus, yang kemudian direkonstruksi pada abad ke-16, tetap menjadi simbol utama keimanan Katolik dan otoritas kepausan.
Negara Kepausan: Kekuasaan Temporal Paus (Abad ke-8 hingga Abad ke-19)
Pada pertengahan abad ke-8, Gereja Katolik mulai mengkonsolidasikan kekuasaan temporalnya melalui pembentukan Negara Kepausan (Stato Pontificio). Negara ini berawal dari sumbangan wilayah oleh Raja Pepin dari Frank pada tahun 756, yang dikenal sebagai Donasi Pepin. Wilayah ini mencakup Roma dan sejumlah besar tanah di Italia tengah, membentang dari pesisir barat ke timur. Negara Kepausan berada di bawah kendali langsung Paus, yang tidak hanya bertindak sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai penguasa temporal.
Selama lebih dari seribu tahun, Negara Kepausan memainkan peran penting dalam politik Eropa. Paus memiliki otoritas atas wilayah yang luas, termasuk Roma, dan mengelola pemerintahan, militer, dan ekonomi. Pada puncaknya, Negara Kepausan menguasai sebagian besar Italia tengah, termasuk wilayah seperti Lazio, Umbria, Marche, dan Emilia-Romagna. Kekuasaan ini memungkinkan Gereja Katolik untuk memengaruhi dinamika politik di Eropa, sering kali bersaing dengan kekaisaran dan kerajaan sekuler.
Namun, keberadaan Negara Kepausan tidak selalu stabil. Wilayahnya sering menjadi sasaran konflik dengan kekuatan sekuler, termasuk Kekaisaran Romawi Suci dan kerajaan-kerajaan tetangga. Selain itu, periode seperti Skisma Barat (1378–1417) dan pengasingan Paus ke Avignon (1309–1377) melemahkan otoritas kepausan di Roma. Meski demikian, Negara Kepausan tetap bertahan sebagai entitas politik yang signifikan hingga abad ke-19.
Krisis Abad ke-19: Penyatuan Italia dan Kehilangan Wilayah
Pada abad ke-19, gelombang nasionalisme menyapu Eropa, termasuk Italia. Gerakan penyatuan Italia (Risorgimento) bertujuan untuk menggabungkan berbagai kerajaan dan wilayah di semenanjung Italia menjadi satu negara di bawah Kerajaan Sardinia. Gerakan ini dipimpin oleh tokoh seperti Giuseppe Garibaldi dan Raja Vittorio Emanuele II, yang melihat Negara Kepausan sebagai penghalang utama bagi penyatuan Italia karena wilayahnya yang luas di Italia tengah.
Pada tahun 1860, sebagian besar wilayah Negara Kepausan direbut oleh pasukan Italia, meninggalkan Paus hanya dengan kendali atas Roma dan wilayah sekitarnya. Ketegangan meningkat ketika, pada tahun 1870, pasukan Italia di bawah komando Garibaldi merebut Roma, mengakhiri kekuasaan temporal Paus atas kota tersebut. Roma kemudian dijadikan ibu kota Kerajaan Italia, dan Negara Kepausan secara efektif bubar.
Paus Pius IX, yang menjabat saat itu, menolak menerima kehilangan wilayahnya. Ia mengasingkan diri di Istana Vatikan dan menyatakan dirinya sebagai “tahanan Vatikan” (Prisoner of the Vatican). Pemerintah Italia, dalam upaya untuk meredakan ketegangan, mengeluarkan Undang-Undang Jaminan (Law of Guarantees) pada tahun 1871, yang menawarkan Paus hak untuk mempertahankan Istana Lateran, Castel Gandolfo, dan sejumlah hak diplomatik. Namun, Pius IX menolak undang-undang ini, memandangnya sebagai tindakan sepihak yang tidak menghormati kedaulatan kepausan.
Selama periode ini (1870–1929), Takhta Suci tetap diakui sebagai entitas berdaulat dalam hukum internasional, meskipun tanpa wilayah fisik yang jelas. Paus terus menjalankan fungsi spiritual dan diplomatik, menjalin hubungan dengan negara-negara lain, tetapi kehilangan kekuasaan temporal menciptakan ketidakpastian tentang status Vatikan.
Traktat Lateran 1929: Kelahiran Negara Kota Vatikan
Puncak dari perjuangan Vatikan untuk mendapatkan kembali kedaulatan terjadi pada tahun 1929 melalui penandatanganan Traktat Lateran (Patti Lateranensi). Perjanjian ini merupakan hasil negosiasi antara Takhta Suci, yang diwakili oleh Kardinal Pietro Gasparri, dan Kerajaan Italia di bawah pemerintahan Benito Mussolini. Traktat Lateran ditandatangani pada 11 Februari 1929 dan terdiri dari tiga dokumen utama:
-
Traktat Politik: Mengakui Negara Kota Vatikan sebagai entitas berdaulat yang independen dengan wilayah seluas 44 hektar di Bukit Vatikan, Roma. Traktat ini juga menjamin kedaulatan penuh Vatikan atas wilayah ini dan beberapa wilayah ekstrateritorial, seperti Basilika Santa Maria Maggiore, Istana Lateran, dan Castel Gandolfo.
-
Konkordat: Mengatur hubungan antara Gereja Katolik dan negara Italia, menjamin kebebasan Paus sebagai pemimpin spiritual umat Katolik dan menetapkan Katolik sebagai agama resmi Italia pada saat itu.
-
Perjanjian Keuangan: Memberikan kompensasi finansial kepada Takhta Suci atas hilangnya wilayah Negara Kepausan pada tahun 1870. Italia membayar sejumlah besar uang dan obligasi negara sebagai ganti rugi.
Traktat Lateran mengakhiri “Masalah Romawi” (Questione Romana), yaitu konflik berkepanjangan antara Takhta Suci dan Italia sejak 1870. Dengan perjanjian ini, Vatikan secara resmi menjadi negara berdaulat dengan atribut negara seperti bendera, lagu kebangsaan, sistem pos, dan hak untuk mengeluarkan paspor serta mata uang sendiri.
Struktur dan Karakteristik Negara Kota Vatikan
Negara Kota Vatikan memiliki karakteristik yang unik sebagai negara berdaulat. Berikut adalah beberapa aspek penting dari struktur dan fungsinya:
-
Pemerintahan: Vatikan adalah monarki-sakerdotal absolut yang dipimpin oleh Paus, yang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif penuh. Paus dibantu oleh Sekretariat Negara, Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan, dan berbagai kongregasi serta dewan kepausan.
-
Wilayah dan Ekstrateritorialitas: Selain wilayah inti seluas 44 hektar, Vatikan memiliki hak ekstrateritorial atas beberapa lokasi di Italia, termasuk basilika-basilika utama dan properti seperti Castel Gandolfo, yang digunakan sebagai tempat peristirahatan Paus.
-
Militer dan Keamanan: Vatikan tidak memiliki angkatan bersenjata sendiri, tetapi pertahanan wilayahnya dijamin oleh Angkatan Bersenjata Italia. Keamanan internal ditangani oleh Garda Swiss, sebuah korps militer yang didirikan pada tahun 1506 oleh Paus Julius II, dan Korps Gendarmeri Vatikan.
-
Ekonomi: Perekonomian Vatikan didukung oleh sumbangan umat Katolik di seluruh dunia (Peter’s Pence), penjualan prangko, suvenir, tiket masuk museum, dan publikasi. Vatikan tidak memungut pajak, dan barang-barang di wilayahnya bebas bea.
-
Diplomasi: Vatikan, melalui Takhta Suci, menjalin hubungan diplomatik dengan lebih dari 180 negara dan memiliki status pengamat permanen di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Takhta Suci, bukan Negara Kota Vatikan, adalah entitas yang diakui secara internasional untuk urusan diplomatik.
Peran Vatikan dalam Konteks Internasional
Setelah kemerdekaannya pada tahun 1929, Vatikan memperkuat perannya sebagai aktor global, terutama melalui diplomasi Takhta Suci. Vatikan dikenal karena netralitasnya dalam konflik internasional dan fokusnya pada isu-isu kemanusiaan, perdamaian, dan dialog antaragama. Salah satu contoh signifikan dari peran diplomatik Vatikan adalah pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 6 Juli 1947, menjadikannya negara Eropa pertama yang secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945. Pengakuan ini ditandai dengan pembentukan Delegasi Apostolik di Jakarta, yang dipimpin oleh George Marie Joseph sebagai duta besar Vatikan.
Diplomasi Vatikan di Indonesia juga melibatkan tokoh seperti Mgr. Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama Indonesia, yang memainkan peran kunci dalam memperjuangkan pengakuan internasional untuk Indonesia. Pada tahun 1947, Soegijapranata mengirim surat kepada Paus Pius XII, menggambarkan kekejaman pendudukan Belanda. Surat ini mendorong Paus untuk mengeluarkan seruan kepada umat Katolik dunia untuk mendukung kemerdekaan Indonesia, memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Selain itu, Vatikan telah memainkan peran dalam mediasi konflik global, seperti dalam negosiasi damai antara Argentina dan Chile pada tahun 1978, serta mendukung inisiatif perdamaian di berbagai wilayah. Hubungan diplomatiknya yang luas, dengan 116 Nunsiatur Apostolik di seluruh dunia, menunjukkan pengaruhnya yang signifikan meskipun ukuran wilayahnya kecil.
Tantangan dan Kritik Pasca-Kemerdekaan
Meskipun Vatikan telah mapan sebagai negara berdaulat, ia tidak luput dari tantangan dan kritik. Salah satu isu yang sering muncul adalah hubungan Traktat Lateran dengan rezim fasis Mussolini. Beberapa kritikus berpendapat bahwa perjanjian ini memberikan legitimasi politik kepada Mussolini, meskipun tujuan utama Takhta Suci adalah mengamankan kedaulatan Vatikan.
Selain itu, Vatikan juga menghadapi kontroversi terkait sikapnya selama Perang Dunia II, khususnya tuduhan bahwa Paus Pius XII tidak cukup vokal menentang Holocaust. Meskipun Vatikan bersikeras bahwa Pius XII bekerja secara diam-diam untuk menyelamatkan banyak orang Yahudi, isu ini tetap menjadi topik perdebatan sejarah.
Di era modern, Vatikan juga menghadapi tantangan internal, seperti skandal Vatileaks (2012) dan kasus-kasus pelecehan seksual dalam Gereja Katolik. Namun, di bawah kepemimpinan Paus Fransiskus sejak 2013, Vatikan telah berupaya untuk meningkatkan transparansi dan memperkuat dialog dengan dunia modern, termasuk melalui kunjungan kenegaraan seperti ke Indonesia pada September 2024.
Warisan dan Signifikansi Vatikan
Kemerdekaan Vatikan melalui Traktat Lateran 1929 bukan hanya menandai kelahiran negara terkecil di dunia, tetapi juga mengukuhkan peran Takhta Suci sebagai kekuatan moral dan diplomatik global. Dengan Basilika Santo Petrus, Kapel Sistina, dan koleksi seni yang tak ternilai, Vatikan juga merupakan pusat budaya dan sejarah yang diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Sebagai negara yang dipimpin oleh Paus, Vatikan memiliki peran ganda: sebagai pusat spiritual bagi 1,36 miliar umat Katolik di seluruh dunia dan sebagai entitas politik yang menjalankan diplomasi netral. Kemerdekaannya memungkinkan Gereja Katolik untuk tetap independen dari kekuatan sekuler, memastikan bahwa Paus dapat menjalankan misi spiritualnya tanpa tekanan politik eksternal.
Kesimpulan
Sejarah kemerdekaan Negara Kota Vatikan adalah kisah tentang ketahanan, diplomasi, dan adaptasi. Dari rawa-rawa Ager Vaticanus hingga menjadi negara berdaulat pada tahun 1929, Vatikan telah melalui perjalanan panjang yang ditandai oleh konflik, negosiasi, dan transformasi. Traktat Lateran tidak hanya mengembalikan kedaulatan temporal kepada Takhta Suci, tetapi juga memastikan bahwa Vatikan tetap relevan sebagai pusat agama, budaya, dan diplomasi di dunia modern. Dengan pengaruhnya yang melampaui batas wilayahnya, Vatikan terus menjadi simbol keimanan dan perdamaian, menjaga warisan sejarahnya sambil menghadapi tantangan abad ke-21.
BACA JUGA: Tips Membeli Onderdil Mobil Secara Baik dan Benar
BACA JUGA: 4 Tempat untuk Bercerita Agar Beban Hidup Berkurang dan Kekuatan Diri Meningkat
BACA JUGA: 🧠 Justin Bieber: Kesehatan Mental dan Lingkaran Sosial yang Menyusut