marylandleather.com, 4 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
San Marino, yang secara resmi dikenal sebagai Republik San Marino, adalah salah satu negara terkecil di dunia dan mengklaim sebagai republik konstitusional tertua yang masih ada. Terletak di lereng timur laut Pegunungan Apennine, negara mikro ini sepenuhnya dikelilingi oleh Italia, menjadikannya enklave yang unik. Dengan luas hanya 61 km² dan populasi sekitar 34.042 jiwa pada tahun 2025, San Marino telah mempertahankan kedaulatannya selama lebih dari 1.700 tahun, sebuah prestasi luar biasa mengingat letak geografisnya yang rentan dan sejarah penuh gejolak di semenanjung Italia. Artikel ini menyajikan pembahasan profesional, lengkap, rinci, dan jelas tentang sejarah kemerdekaan San Marino, menelusuri perjalanan panjangnya menuju kedaulatan melalui kombinasi diplomasi cerdas, netralitas strategis, dan identitas nasional yang kuat.
1. Awal Mula: Legenda Pendirian San Marino (301 Masehi) 
Menurut tradisi, San Marino didirikan pada tahun 301 Masehi oleh seorang tukang batu Kristen bernama Marinus, yang berasal dari pulau Rab (kini bagian dari Kroasia). Marinus, yang kemudian dikanonisasi sebagai Santo Marinus, melarikan diri dari penganiayaan agama di bawah Kaisar Romawi Diocletian. Ia mencari perlindungan di puncak Gunung Titano, puncak tertinggi di wilayah tersebut dengan ketinggian 739 meter, yang menawarkan posisi terisolasi dan strategis dengan pemandangan ke Laut Adriatik. Di sana, Marinus mendirikan komunitas Kristen kecil yang menjunjung prinsip kebebasan dan iman.
Legenda menceritakan bahwa Marinus membebaskan komunitasnya dari kekuasaan temporal Kaisar dan spiritual Paus dengan pernyataan, “Relinquo vos liberos ab utroque homine” (Saya membebaskan kalian dari kedua manusia). Meskipun narasi ini memiliki unsur mitos, bukti arkeologi menunjukkan bahwa Gunung Titano telah dihuni sejak zaman prasejarah, dan dokumen dari abad ke-5 menyebutkan keberadaan seorang biarawan di wilayah tersebut. Komunitas kecil ini berkembang menjadi entitas politik yang mandiri, awalnya disebut “Tanah San Marino,” yang kemudian menjadi “Republik San Marino.”
2. Pembentukan Struktur Pemerintahan (Abad ke-10 hingga ke-13) 
Pada abad pertengahan, San Marino mulai membentuk struktur pemerintahan yang mencerminkan semangat republikannya. Bukti tertulis paling awal tentang komunitas terorganisir di Gunung Titano berasal dari dokumen Placito Feretrano tahun 885 Masehi, yang menyebutkan hak kepemilikan tanah oleh seorang kepala biara di San Marino. Pada abad ke-10, wilayah ini berada di bawah pengaruh feodal Adipati Spoleto, tetapi penduduk setempat secara bertahap membebaskan diri dari kekuasaan eksternal, membentuk komunitas merdeka.
Pada abad ke-11, San Marino telah mengembangkan sistem pemerintahan yang dikenal sebagai Arengo, sebuah majelis yang terdiri dari kepala-kepala keluarga, mirip dengan Senat Romawi kuno. Arengo bertanggung jawab atas pengambilan keputusan kolektif, mencerminkan prinsip demokrasi awal. Pada tahun 1243, San Marino menetapkan posisi Kapten Regent (Capitani Reggenti), dua kepala negara yang dipilih setiap enam bulan untuk memimpin bersama, sebuah sistem yang masih berlaku hingga saat ini. Statuta pertama, yang mengatur hukum dan tata kelola, ditulis pada tahun 1253, diikuti oleh badan hukum yang lebih lengkap pada tahun 1295. Konstitusi tertulis tahun 1600, yang masih menjadi inti kerangka konstitusional San Marino, menegaskan statusnya sebagai republik tertua di dunia yang masih berjalan.
3. Tantangan Awal terhadap Kedaulatan (Abad ke-13 hingga ke-17)
Selama abad pertengahan, San Marino menghadapi berbagai ancaman terhadap kedaulatannya dari kekuatan regional, termasuk keluarga-keluarga penguasa seperti Montefeltro dari Urbino, Malatesta dari Rimini, dan Adipati Urbino. Lokasinya yang terisolasi di Gunung Titano, dikombinasikan dengan benteng-benteng pegunungan dan Tiga Menara San Marino (Guaita, Cesta, dan Montale), memberikan perlindungan alami. Selain itu, aliansi strategis dengan keluarga Montefeltro membantu San Marino menangkal serangan dari Malatesta.
Pada tahun 1291, Tahta Suci secara resmi mengakui kemerdekaan San Marino, sebuah langkah penting dalam melegitimasi statusnya. Namun, ancaman terus berlanjut. Pada tahun 1247–1249, Gereja Katolik mengucilkan seluruh penduduk San Marino karena konflik dengan Paus, dan perang terbuka terjadi pada abad ke-14 dan ke-15. Pada tahun 1463, San Marino memperluas wilayahnya dengan bergabungnya komunitas Faetano, Fiorentino, Montegiardino, dan Serravalle setelah aliansi melawan Sigismondo Pandolfo Malatesta, yang dikalahkan oleh Paus Pius II. Ekspansi ini menjadi batas wilayah terakhir San Marino, yang tetap tidak berubah hingga hari ini.
Pada tahun 1503, Cesare Borgia, putra Paus Alexander VI, menduduki San Marino selama enam bulan hingga kematiannya. Paus Julius II kemudian mengembalikan kemerdekaan negara tersebut. Pada tahun 1543, Fabiano di Monte San Savino, keponakan Paus Julius III, gagal menaklukkan republik ini karena pasukannya tersesat dalam kabut tebal, sebuah peristiwa yang oleh penduduk San Marino dianggap sebagai campur tangan ilahi dari Santo Quirinus.
4. Pengakuan Kemerdekaan oleh Tahta Suci dan Ancaman Papal (Abad ke-17 hingga ke-18) 
Pada tahun 1631, Tahta Suci kembali mengukuhkan kemerdekaan San Marino setelah Adipati Urbino dianeksasi oleh Negara Kepausan, menjadikan San Marino sepenuhnya dikelilingi oleh wilayah kepausan. Pengakuan ini penting karena memberikan perlindungan formal terhadap ancaman eksternal. Namun, pada tahun 1739, Kardinal Giulio Alberoni, gubernur kepausan di Romagna, menduduki San Marino dengan dalih mencari dua buronan. Alberoni memaksa penduduk untuk bersumpah setia kepada Negara Kepausan dan mengubah aturan tata kelola.
Penduduk San Marino menanggapi dengan perlawanan tanpa kekerasan, termasuk pengiriman catatan rahasia kepada Paus untuk meminta keadilan. Pada tahun 1740, intervensi Paus melalui delegasi kepausan Enrico Enriquez memaksa Alberoni mundur, dan kemerdekaan San Marino dipulihkan. Peristiwa ini diperingati setiap 5 Februari sebagai hari raya Santa Agatha, yang dianggap sebagai pelindung bersama republik.
5. Era Napoleon dan Diplomasi Cerdas (1797) 
Kedatangan Napoleon Bonaparte di Italia pada tahun 1797 merupakan ancaman besar bagi kedaulatan San Marino. Namun, berkat diplomasi cerdas dari Kapten Regent Antonio Onofri, San Marino berhasil menjaga kemerdekaannya. Onofri menjalin hubungan pribadi dengan Napoleon, yang terkesan dengan ideal kebebasan dan kemanusiaan yang dijunjung oleh San Marino. Dalam sebuah surat kepada Gaspard Monge, komisaris pemerintah Prancis untuk ilmu pengetahuan dan seni, Napoleon berjanji untuk menjamin dan melindungi kemerdekaan San Marino, bahkan menawarkan perluasan wilayah hingga ke laut.
Dengan bijaksana, San Marino menolak tawaran perluasan wilayah, mengutip pepatah, “Perang berakhir, tetapi tetangga tetap.” Keputusan ini menghindarkan San Marino dari potensi pembalasan oleh kekuatan lain setelah kekalahan Napoleon. Sebagai tanda penghargaan, Napoleon membebaskan warga San Marino dari pajak dan memberikan 1.000 kuintal gandum (lebih dari 1.000 kg), meskipun empat meriam yang dijanjikan tidak pernah tiba. Diplomasi Onofri selama periode ini membuatnya dijuluki “Bapak Tanah Air” setelah kematiannya pada tahun 1825.
6. Kongres Wina dan Pengakuan Internasional (1815)
Setelah kekalahan Napoleon, Kongres Wina tahun 1815 meratifikasi kemerdekaan San Marino, mengukuhkan statusnya sebagai negara berdaulat di tengah perubahan politik Eropa. Netralitas San Marino selama Perang Napoleon, serta penolakannya untuk memperluas wilayah, memastikan bahwa negara ini tidak dianggap sebagai ancaman oleh kekuatan besar seperti Austria atau Negara Kepausan. Pengakuan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah kedaulatan San Marino.
7. Peran San Marino dalam Risorgimento Italia (Abad ke-19)
Selama gerakan Risorgimento untuk penyatuan Italia pada abad ke-19, San Marino memainkan peran penting sebagai tempat perlindungan bagi para revolusioner yang mendukung unifikasi. Pada tahun 1849, Giuseppe Garibaldi, pahlawan penyatuan Italia, mencari suaka di San Marino bersama 250 pengikutnya setelah kekalahan Republik Romawi. Dikelilingi oleh 12.000 tentara Austria, Garibaldi dan pasukannya diterima oleh Kapten Regent Domenico Maria Belzoppi, seorang mantan peserta pemberontakan liberal.
San Marino memberikan perlindungan di Biara Frater Kapusin, di mana Garibaldi membubarkan pasukannya. Beberapa prajurit berlindung bersama keluarga San Marino, sementara Garibaldi, istrinya Anita, dan 150 pengikut setia melarikan diri pada malam 31 Juli 1849 menuju Cesenatico dengan bantuan pemandu lokal. Meskipun pasukan Austria sempat melanggar perbatasan San Marino untuk mencari pengungsi, San Marino tetap memberikan suaka, sebuah tindakan yang memperkuat reputasinya sebagai “tanah kebebasan.”
Tindakan ini tidak luput dari perhatian. Ketika Kerajaan Italia bersatu pada tahun 1861, Garibaldi, yang menjadi tokoh kunci dalam unifikasi, memastikan bahwa San Marino tetap independen sebagai penghargaan atas bantuan yang diberikan. Pada tahun 1862, sebuah perjanjian ditandatangani antara San Marino dan Kerajaan Italia yang baru, yang menegaskan kemerdekaan San Marino dan menjalin hubungan “persahabatan pelindung” tanpa mengorbankan kedaulatannya. Perjanjian ini direvisi pada tahun 1872, memperkuat hubungan ekonomi dan politik.
8. Tantangan Ekonomi dan Migrasi (Akhir Abad ke-19)
Menjelang akhir abad ke-19, San Marino menghadapi depresi ekonomi akibat pertumbuhan populasi yang tidak seimbang dengan perkembangan industri. Ketergantungan pada pertanian, ditambah dengan kurangnya sumber daya mineral, menyebabkan kesulitan ekonomi. Banyak warga San Marino mencari pekerjaan musiman di kota-kota Italia seperti Tuscany, Roma, Genoa, dan Trieste. Pada paruh kedua abad ke-19, migrasi permanen mulai terjadi, dengan keluarga-keluarga pindah ke Amerika Serikat, Argentina, Uruguay, Yunani, Jerman, dan Austria. Migrasi ini berlangsung hingga tahun 1970-an, dengan komunitas besar warga San Marino masih ada di Amerika Serikat, Prancis, dan Argentina hingga saat ini.
9. San Marino di Abad ke-20: Netralitas dan Perang Dunia
San Marino mempertahankan kebijakan netralitas selama konflik besar abad ke-20, sebuah strategi yang membantu melindungi kedaulatannya. Selama Perang Dunia I, San Marino tetap netral, meskipun Italia, sekutunya, mencurigai San Marino sebagai tempat persembunyian mata-mata Austria. Ketegangan ini tidak mengarah pada pendudukan, dan San Marino berhasil menjaga kedaulatannya.
Selama Perang Dunia II, San Marino kembali menyatakan netralitas dan menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari 100.000 pengungsi dari Italia, sebuah prestasi luar biasa mengingat populasinya hanya 15.000 jiwa. Namun, pada tahun 1944, San Marino menghadapi tantangan besar. Pada 27 Juli 1944, Mayor Gunther, komandan pasukan Jerman di Forlì, menyampaikan surat yang menyatakan bahwa kedaulatan San Marino tidak dapat dihormati jika kebutuhan militer Jerman mengharuskan transit pasukan. Pada 30 Juli, seorang kolonel medis Jerman meminta dua bangunan publik untuk dijadikan rumah sakit militer. San Marino mengirimkan tiga surat protes kepada Joachim von Ribbentrop, Adolf Hitler, dan Benito Mussolini, tetapi pada September 1944, pasukan Jerman sempat menduduki San Marino sebelum dikalahkan oleh Sekutu dalam Pertempuran San Marino. Pasukan Sekutu kemudian menduduki San Marino selama dua bulan sebelum mengembalikan kedaulatannya.
Pada tahun 1944, San Marino juga menjadi sasaran serangan bom keliru oleh Angkatan Udara Kerajaan Inggris, yang menyebabkan kerusakan namun tidak mengubah status netralnya. Setelah perang, San Marino menjadi salah satu negara Eropa Barat pertama yang dipimpin oleh pemerintahan komunis yang terpilih secara demokratis (1945–1957), sebuah koalisi antara Partai Komunis San Marino dan Partai Sosialis San Marino. Pemerintahan ini digantikan oleh Partai Kristen Demokrat setelah intervensi politik dari Amerika Serikat dan Italia.
10. San Marino Modern: Identitas dan Pengakuan Global
Pada abad ke-20 dan ke-21, San Marino terus memperkuat kedaulatannya melalui diplomasi dan integrasi global. Pada tahun 1988, San Marino menjadi anggota Dewan Eropa, dan pada tahun 1992, bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Meskipun bukan anggota Uni Eropa, San Marino menggunakan euro sebagai mata uangnya melalui perjanjian dengan Bank Sentral Eropa dan memiliki perbatasan terbuka dengan Italia.
Pada tahun 2002, San Marino menandatangani perjanjian dengan OECD untuk meningkatkan transparansi perbankan dan perpajakan, menghapus statusnya sebagai “surga pajak” pada tahun 2009. Pada tahun 2008, Pusat Bersejarah San Marino dan Gunung Titano ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, mengukuhkan nilai budaya dan sejarahnya. Pada tahun 2022, San Marino melegalkan aborsi, menandai langkah progresif dalam kebijakan sosial.
Hubungan diplomatik dengan negara lain juga berkembang. Amerika Serikat mengakui San Marino pada tahun 1861, ketika Presiden Abraham Lincoln menerima kewarganegaraan kehormatan dan memuji San Marino sebagai “salah satu negara paling terhormat dalam sejarah” karena prinsip-prinsip republikannya. Australia menjalin hubungan diplomatik dengan San Marino pada tahun 1995, diikuti oleh perjanjian pertukaran informasi pajak pada tahun 2010.
11. Faktor Kunci Keberhasilan Kedaulatan San Marino
Kedaulatan San Marino selama lebih dari 1.700 tahun dapat dikaitkan dengan beberapa faktor utama:
-
Geografi Strategis: Gunung Titano memberikan perlindungan alami, sementara lokasi terisolasi membuat San Marino kurang menarik untuk ditaklukkan dibandingkan dengan keuntungan diplomatik dari menjalin hubungan baik.
-
Diplomasi Cerdas: Pemimpin seperti Antonio Onofri dan Domenico Maria Belzoppi menggunakan diplomasi untuk menjalin hubungan dengan kekuatan besar seperti Napoleon, Garibaldi, dan Kerajaan Italia, memastikan pengakuan kedaulatan.
-
Netralitas: Kebijakan netralitas selama konflik besar, seperti Perang Dunia I dan II, meminimalkan risiko pendudukan jangka panjang.
-
Identitas Nasional yang Kuat: Warga San Marino, atau Sammarinesi, memiliki kebanggaan yang mendalam terhadap warisan independen mereka, yang diperkuat oleh tradisi seperti Arengo, Kapten Regent, dan konstitusi 1600.
-
Dukungan Eksternal: Pengakuan dari Tahta Suci, Napoleon, Kongres Wina, dan Kerajaan Italia memberikan legitimasi internasional. Dukungan dari Prancis selama Risorgimento juga mencegah aneksasi oleh Negara Kepausan atau Austria.
-
Irrelevansi Politik dan Ekonomi: Ukuran kecil dan kurangnya sumber daya membuat San Marino tidak menarik untuk ditaklukkan, memungkinkan negara ini “menghindari perhatian” selama periode konflik.
12. Tantangan dan Adaptasi
Meskipun berhasil mempertahankan kedaulatan, San Marino menghadapi tantangan seperti depresi ekonomi pada abad ke-19, migrasi massal, dan tekanan untuk mematuhi standar internasional tentang transparansi keuangan. Penduduknya yang sebagian besar beragama Katolik Roma (hampir 90%) dan berbahasa Italia mencerminkan pengaruh budaya dari Italia, tetapi San Marino mempertahankan dialek Celto-Gallic yang mirip dengan dialek Piemonte dan Lombardia, menegaskan identitas uniknya.
Ekonomi modern San Marino bergantung pada pariwisata (menarik lebih dari tiga juta pengunjung per tahun), perangko dan koin koleksi, serta industri ringan seperti anggur, keju, dan perbankan. Standar hidup yang tinggi, tingkat pengangguran yang rendah, dan sistem kesehatan nasional yang komprehensif mencerminkan kemajuan sosial negara ini.
13. Warisan dan Relevansi San Marino
San Marino adalah bukti bahwa negara kecil dapat bertahan di tengah kekuatan besar melalui kombinasi keberuntungan, diplomasi, dan ketahanan. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Abraham Lincoln pada tahun 1861, “Meskipun wilayah Anda kecil, negara Anda adalah salah satu yang paling terhormat dalam sejarah.” Prinsip-prinsip republik San Marino—kebebasan, demokrasi, dan kedaulatan—telah menginspirasi dunia, dari pengakuan Napoleon hingga suaka yang diberikan kepada Garibaldi.
Saat ini, San Marino tetap menjadi “contoh republikanisme,” sebagaimana disebut oleh Napoleon, dengan sistem pemerintahan parlementer yang dipimpin oleh Kapten Regent dan Dewan Besar dan Umum yang terdiri dari 60 anggota. Statusnya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO dan anggota organisasi internasional menegaskan relevansinya di panggung global.
Kesimpulan
Sejarah kemerdekaan San Marino adalah kisah luar biasa tentang ketahanan sebuah komunitas kecil yang didirikan pada tahun 301 Masehi oleh Santo Marinus. Melalui diplomasi cerdas, netralitas strategis, dan identitas nasional yang kuat, San Marino telah mengatasi ancaman dari kekuatan regional, pendudukan militer, dan tekanan ekonomi. Dari pengakuan Tahta Suci pada tahun 1631 hingga perjanjian dengan Kerajaan Italia pada tahun 1862, San Marino telah menavigasi lanskap politik Eropa dengan keberhasilan yang luar biasa. Peran pentingnya dalam Risorgimento, terutama dengan memberikan suaka kepada Giuseppe Garibaldi, memastikan kedaulatannya di era modern.
Dengan Gunung Titano sebagai simbol ketahanan dan Tiga Menara sebagai lambang kebebasan, San Marino terus berdiri sebagai republik tertua dan salah satu negara paling unik di dunia. Perjalanan panjang menuju kedaulatan ini bukan hanya tentang bertahan hidup, tetapi tentang mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi yang telah dijunjung selama lebih dari 1.700 tahun. Seperti yang pernah ditulis oleh seorang pengguna di media sosial, “San Marino tetap independen ketika kerajaan runtuh dan kekaisaran jatuh—bukan karena kekuatan, tetapi karena kebijaksanaan.”
BACA JUGA: Perawatan Babi dari 0 Hari sampai Dewasa Siap untuk Produksi/Jual
BACA JUGA: Suaka untuk Gajah: Konservasi, Perawatan, dan Tantangan dalam Melindungi Spesies Ikonik
BACA JUGA: Detail Planet Merkurius: Karakteristik, Struktur, dan Misteri Terkecil di Tata Surya